Selasa, 01 April 2008

Tortor Batak

Manortor adalah bagian dari prosesi adat Batak, bagi sebagian masyarakat Batak yang masih memegang teguh adat istiadat, tortor adalah sebuah prosesi ritual yang dimulai dari gondang mula-mula, somba dan seterusnya. Banyak pemahaman tentang keberadaan tortor bagi masyarakat Batak khususnya yang beragama Kristen, bagi kristen neo-kharismatik, Tortor tidak boleh dilakukan karena berbau mistikal dan ritualis berhala, akan tetapi pemahaman yang lain adalah Tortor tetap dapat dilaksanakan karena merupakan penghormatan kepada nenek moyang yang Maha Pencipta Mula Jadi Nabolon. Polemik ini sampai hari ini masih berlangsung dan belum ada kesimpulan yang dapat dijadikan acuan tata perilaku adat istiadat Batak, akan tetapi saya tidak ingin memasuki wilayah debat tentang Tortor, yang saya mau tekankan adalah sukacita dibalik seluruh perayaan marga-marga yang diwujudkan dengan tarian tortor. Adapun konsep penyembahan tergantung pribadi masing-masing, karena saya percaya bagi setiap penganut Kristiani sejati, penyembahan hanya kepada Allah Tri Tunggal.
Sukacita inilah yang menjadi tema penekanan untuk setiap acara bona taon marga. Secara khusus tanggal 6 April 2008, Pesta Bona Taon Sitohang akan dilaksanakan di Cafe Martabe, tentunya acara manortor akan menjadi bagian yang menarik ditunggu. Dan inti adat didalam tortor itu adalah keserasian dalihan na tolu akan nampak dalam kegiatan tersebut.

Sabtu, 29 Maret 2008

Huta Situmorang Sitohang

Membaca judul di atas Huta Situmorang Sitohang pasti banyak yang bertanya apa maksudnya, itu adalah nama Kampung saya di Pancurnatolu Pangaribuan. Mengapa sampai disebut Huta Situmorang Sitohang?.
Diawali dari kakek buyut saya Op. Marhadin yang merantau dari samosir ke pagaribuan, dia menjumpai marga-marga yang ada di Pangaribuan adalah marga-marga lontung, yakni Gultom, Nainggolan, Harianja, Pakpahan dan Sinaga. Untuk lebih mempererat diri terhadap penduduk lokal maka Kakek buyut memperkenalkan dirinya marga Situmorang yang juga adalah keturunan Lontung, marga sebenarnya adalah Sitohang. Rahasia marga asli kakek di simpan begitu lama sampai kepada Ayah saya sudah beranjak remaja dan kakek buyut sudah meninggal, rahasia marga asli kami diketahui. Tanpa sepengetahuan kakek saya, kakek buyut saya pernah berkunjung ke Palipi di Samosir untuk memberitahukan kepada saudara-saudara dekatnya tentang keturunannya. Ayah dan kakek saya yang begitu antusias untuk menyelidiki asal muasal kami suatu waktu berkunjung ke Palipi dan berjumpa dengan marga Sitohang yang menunjukkan Tarombo (Silsilah) miliknya. Betapa heran kakek dan Ayah saya yang menemukan bahwa nama mereka tertera di silsilah tersebut. Sungguhpun Kakek buyut tidak memberitahukan asal muasal kami secara langsung kepada keturunannya tetapi dari caranya Dia masih tetap menginginkan supaya asal usul kami tidak hilang. Akhirnya kami mengetahui dengan pasti dan jelas bahkan sebenarnya kami adalah Sitohang Uruk. Untuk tidak menghilangkan Sitohang dari kami sekeluarga maka huta/kampung yang diberikan kepada Kakek saya diberi nama Huta Situmorang Sitohang. Hari ini dengan mantap bila memperkenalkan diri saya katakan Sitohang bahkan anak bungsu saya Habel Harvestry Sitohang bila ditanya marga dia akan menjawab lantang Sitohang.